Rabu, 06 April 2011

Aku Skoliosis Lhooo....(part 3)

dilanjutkan....

Kuliah 4 tahun, alhamdulillah sesuai target, lulus sebelum ayah pensiun.
Liburan lebaran pulang ke pontianak setelah wisuda. Tak disangka di hari ultahku ada yang datang ke rumah, ga bawa kado, ga ngucapin met ultah, ga bawa kue, tapi melamarku. (WHAT????? *shock yg sdh direncanakan) --padahal langit sdg cerah luar biasa hari itu, ga ada tanda2 akan ada hujan apalagi badai.
Niatan balik ke bandung utk cari kerja setelah lebaran, berubah jadi packing barang2 di kosan, kirim pulang ke pontianak. Mengurus segala hal spt hutang piutang dan balikin brg2 pinjaman. Meninggalkan bandung tanpa harus jadi "tersangka". Pernikahan pun dilaksanakan tgl 6 Maret 2005.
Tekadku standar bagi setiap wanita yang dipinang pria yang nekat (nekat???), menjadi istri yang kuat, melayani suami, mengerjakan pekerjaan RT sendiri (semua mua), belajar masak, bahkan siap dimadu jika ternyata Allah tidak memberikan keturunan dalam jangka waktu tertentu (ini mah ga standar ding hehe, tapi beneran lhooo).
Tak disangka. Aku ternyata ga sekuat yang kuduga. Ga setangguh dulu. Dan menyerah pada rasa sakit, ketika aku tau bahwa aku mengandung selama 5 minggu. Seumur hidupku, baru kurasakan rasa sakit luar biasa hingga aku ga bisa bangun dari tempat tidur, di pangkal paha, pinggul bawah sebelah kiri. Dua jam aku berusaha bangun, bahkan dibantu suami, tapi sakitnya sangat luarrr biasa. Alhasil aku izin liqa sore itu dan sholat sambil baring.
Kata dokter kandungan??? "Itu hal biasa untuk ibu hamil" (WHAT?????)
Tiga bln pertama sangat berat bagiku. Mual, lemas, sendirian dari pagi hingga menjelang malam, kurang makan krn mual (dan krn warung2 pada jauh, dan pontianak.... subhanallah... panasnya bikin darah rendahku selalu kumat, dan sakit kepala, males jadinya keluar rumah)
Masuk 4 bln alhamdulillah mualnya sudah hilang, rasa lemas masih bisa kulawan karena fase rawan 3 bln pertama sudah terlewati. Linu2 dan sakit di pinggul tak kuhiraukan. Dan setelah masuk 8 bln baru aku ikut senam hamil, dan dari situlah linu2 dan sakit itu bisa kuatasi. Sambil tiduran, gerakkan kaki ke atas bergantian, ditekuk2 dan digerakkan ke samping kiri dan kanan.
Setelah melahirkan, rasa linu dan sakit itu hilang, begitu saja. Tapi tubuhku justru... seperti kehilangan kekuatan, seperti makin lemah, dan makin cepat lelah, terutama sesak saat cuaca sedang panas dan sangat gerah. Aku kewalahan, tapi tetap kujalani, semampuku.
Saat hamil anak kedua, rasa sakit itu datang lagi, tapi aku paksakan bisa bangun, karena aku harus mengurus si sulung dan masih menyusuinya. Dan seumur-umur punya asisten setelah aku hamil 4 bln, dan hingga hampir hari-H melahirkan si sulung masih suka menyusu jika tidur siang, dan dampaknya perutku selalu sakit dan tegang tiap saat. Trik supaya bisa bangun setelah tidur adalah mengganjal paha atas dengan guling dan meninggikan bantal. Aku ganti dokter kandungan untuk anak kedua. Dan tanggapan dokter waktu aku cerita keluhan di pinggulku, pertanyaan pertama dokter adalah "dulu pernah jatuh duduk ya?"
Duluuuu, yang aku ingat tentang jatuh keras terduduk hanya waktu aku kecil, mgk masih TK, kepleset di WC. Aku ga bilang sama mamah karena takut dimarahi, jadi aku diam saja.
Dokter bilang ga ada obatnya, obatnya hanya melahirkan.
Hingga saat itu aku masih tidak terpikirkan sama sekali dengan "kebungkukan"ku. Meski tiap kali membungkuk dan kembali tegak, luarrr biasa pinggangku rasanya. Mengeluh?? Daripada dianggap manja, mending diem ajah.
Juli 2008 kami pindah ke bandung, suami dapat tugas belajar S2. Bulan Oktober 2008 aku balik ke pontianak dengan anak kedua yang sudah berumur 14 bln karena ada panggilan tes kesehatan DepKeu dan psikotes BPK (sampai wawancara). Wajar gagal semua. Karena aku ga memenuhi standar "tulang lurus" di Depkeu, dan aku sudah menikah di BPK (syarat saat daftar seharusnya belum menikah hehe.... masa' ga liat KTP sih saat dokumentasi!!) Jadi waktu datang wawancara pas disuruh tunjukkin KTP dan melihat statusku, langsung aku disuruh mengundurkan diri. Jiaaahhh.... padahal tinggal sisa 3 org (temasuk aku)
Di pontianak aku periksa ke dokter ortopedi di RS swasta. Aku cuma di rontgen dari samping, ya ga ketauan lah berapa derajatnya... aya aya wae. Dokter cuma bilang, kalau derajat kelengkungannya lbh dr 15 derajat harus operasi. Aku dulu masih ga ngerti soal derajat2an, dan berharap skoliku ga sampe 15 derajat.
Ah...meski tanpa asisten sejak anak kedua berusia 3 bln, aku ga mau merepotkan siapapun karena anak2ku, aku nyuci sendiri, nyetrika sendiri. Kelelahan??? Luar biasa...tapi kutahan, meski akhirnya aku merasa menjadi ibu yang buruk bagi anak2ku.
Dan akupun hamil anak ketiga. Sangat berat kondisi saat itu. Sangat berat. Tapi aku harus bangkit, meski sangat terpuruk, tapi aku harus mempertahankan janinku, sempat flek beberapa kali dan hampir dinyatakan harus digugurkan. Bersyukur aku masih bisa mengungsi ke tempat kakakku, dimana disana ada mamahku, yang paling bisa kuandalkan. Thanks mom, i love u always...
Selesai menyapih si tengah dengan tega 2 minggu, kami kembali ke bandung, ke paviliun kecil yang sempit. Baju anak2 dan daleman kucuci sendiri, yang bikin terpana adalah jemurnya harus naik tangga sempit dan agak curam ke atas loteng sambil bawa cucian. Yaah anggap aja olahraga supaya anak ketiga lahirnya gampang.
1 Mei 2009 kami pindah ke rumah kontrakan yang lebih luas. (Bayangin aja kalo tetep di paviliun berukuran 3x7m, tinggal sebuah keluarga dengan 3 anak). Anak ketiga lahir tgl 18 juli 2009, laki-laki.
Sakit dan linu yang seharusnya hilang setelah melahirkan justru menetap, malah menjadi2, bahkan hingga ke tulang2 thorac dan lumbal. Saat menyusui miring pun terasa panas dan sakit di sekitar panggul. Belum pernah aku sesakit itu. Tapi anak-anak masih harus kuurus, bayi kecil tampanku harus kumandikan, kugantikan popok, dan kususui.
Usia anak ketiga 2 bln, aku periksa ke RS Halmahera, setelah byk bertanya dan minta rekomendasi via fb untuk dokter tulang yang bagus. Kami pergi berlima, aku, suamiku, dan ketiga anak kami, dengan motor.
DOkter menghitung derajat kemiringan spine-ku. Beliau bilang 55 derajat. Dan bertanya, apakah kondisi saat ini sakitnya sangat mengganggu. Karena kalau belum terlalu mengganggu dan masih bisa diatasi (alias ditahan), tidak perlu sampai operasi. Aku bilang belum terlalu mengganggu, masih bisa kuatasi. Meski sebenarnya dokter menyarankan untuk operasi. Bagaimana rasanya...ketika menggendong bayi 2 bln sambil menyusuinya, di hadapan suami dan anak-anak yang masih balita, dokter menyatakan bahwa aku sebaiknya dioperasi?
Aku tahan air mata itu, tetap berpikir logis, dan bersikap tenang (meski rasanya ingin teriakkkkk). Pembicaraan biaya diperjelas, RS kerjasama dengan kantor suami bekerja, biaya bisa ditanggung penuh. Alhamdulillah...
Rencana operasi menunggu hingga usia anak ketiga selesai ASIX. Dan hingga hari itu tiba, aku nikmati punggungku yang masih bisa kuajak angkat2 beban, lekuk ke samping, memakai alat yoga, dan sesuka hati. Sakit sakit deh... :D

masih bersambung yaaa....hihihihihii.....

0 komentar: